Tips Menulis

Apa yang Sebaiknya Dilakukan...

05.42 Unknown 0 Comments



Halo teman-teman, kembali lagi dengan tips menulis dari saya. Tulisan ini ada kaitannya dengan tulisan saya sebelumnya yang berjudul: Mengapa Naskahnya Perlu Distirahatkan Setelah Selesai Dibuat? Kamu bisa mengunjungi tulisan saya itu untuk mengetahui apa yang saya bagi di sana. Nah, kali ini, saya akan memberikan kiat-kiat apa saja yang sebaiknya dilakukan saat naskah kita sedang "istirahat". Mengapa kata "istirahat"-nya diberi tanda kutip? Karena, yang dimaksud istirahat di sini adalah saat naskah didiamkan dulu setelah selesai dibuat. Untuk lebih lengkapnya, silakan dibaca artikel yang ada di tautan di atas, ya.

Jadi, ada beberapa hal yang biasanya saya lakukan ketika menyelesaikan naskah dan memasuki tahap "istirahat". Yang paling saya suka (dan saya rekomendasikan) adalah membaca buku. Bukan berarti di luar waktu khusus ini saya tidak membaca buku. Hanya saja, momen istirahatnya naskah (dan penulisnya) adalah saat yang tepat untuk diisi dengan membaca buku. Buku apa yang sebaiknya dibaca? Saran saya, buku yang memiliki genre atau tema sejenis dengan buku yang sedang kita tulis.

Saat sedang merampungkan proses editing terakhir naskah Carisa dan Kiana, saya dipertemukan dengan novel Ada Cinta di SMA. Mengapa akhirnya memutuskan membaca novel itu? Karena saya merasa ada plot yang mirip dengan cerita milik saya yakni tentang pemilihan ketua OSIS. Akhirnya, saya membaca novel itu dan suka. Saya jadi menemukan satu penulis novel favorit baru dari sana. 

Sebenarnya, tebersit keraguan saat mencari bacaan yang sejenis dengan cerita yang kita buat. Bagaimana jika ternyata premis yang saya buat sudah pernah dibuat oleh penulis sebelumnya? Bagaimana jika terdapat banyak sekali kemiripan dengannya? Apa jangan-jangan kita justru akan dituduh memplagiat? Nah, proses banyak membaca ini bisa memberikan banyak pula masukan dan pembuktian pada diri sendiri apakah ternyata kisah kita terlalu pasaran atau tidak. Dari novel Ada Cinta di SMA, untungnya saya tidak mendapatkan kesamaan jalannya cerita. Satu kelegaan muncul setelah membacanya.

Setelah membaca novel itu pula, saya jadi mendapatkan perspektif baru tentang gaya menulis yang menarik, dan yang lebih penting lagi... dinamis. Saya mendapatkan banyak pelajaran menulis dari sana, yang tentu bisa saya aplikasikan pada tulisan saya. Bagaimana caranya "menggerakkan kamera" untuk mengenalkan para tokohnya, bagaimana membuat paragraf menjadi efektif dengan kalimat pendek-pendek, bagaimana membentuk karakter dan menggunakan sudut pandang karakter cowok. Banyak sekali. Mengisi waktu istirahat menulis novel dengan membaca adalah pilihan yang sangat saya anjurkan.

Lantas, bagaimana jika saat momen membaca buku sejenis, kita menemukan ada cerita yang sangat mirip dengan punya kita? Padahal, kita tidak bermaksud untuk plagiat. Kita tidak tahu ada kisah serupa yang sudah dibukukan duluan. Eits, jangan panik dulu. Pertama, kamu harus bersyukur. Kenapa bersyukur? Karena kamu tahunya duluan. Bayangkan jika naskahmu sudah diterima penerbit, atau bahkan sudah terbit, tapi kamu sadarnya belakangan (atau lebih sedih lagi, yang menyadarkanmu adalah pembaca)? Tentu kamu tidak memiliki kesempatan untuk "memperbaikinya" karena naskahmu sudah terbit duluan. Kalau ketahuannya saat momen naskahnya lagi istirahat, kamu masih punya kesempatan dan pilihan untuk nasib naskahmu. Apakah akan merombaknya sedikit hingga premis dan jalan ceritanya sedikit berbeda, atau mempertahankan naskahmu dan berupaya menjadikannya lebih unggul ketimbang novel yang mirip itu. Saran saya, kalau kamu menemukan kejadian seperti ini, sebaiknya naskahmu diubah sedikit. Percayalah, mengubah sedikit jauh lebih mudah ketimbang merombak semuanya. Kamu pasti tahu celah mana yang bisa kamu ubah tanpa mengulang kembali naskah itu. Kamu juga pasti tahu kira-kira mau dibawa ke mana plot ceritamu itu. Kalau masih mentok juga, libatkan orang lain untuk memberikan masukan kepadamu. Tentunya orang itu yang sedikit banyak mengerti dengan apa yang sedang kamu hadapi.

Selain membaca, aktivitas lain yang saya anjurkan adalah menulis. Ya, menulis apa pun, selain menulis naskah yang baru saja selesai dibuat itu. Pokoknya, selama masa istirahat, naskah yang sudah jadi itu jangan diutak-atik dulu. Silakan menulis apa pun, bisa menulis naskah lain, bisa menulis blog, resensi buku, atau apa saja. Saat menulis artikel ini, sebenarnya saya sedang memasuki masa istirahat bagi novel yang baru saja saya selesaikan tiga hari lalu. Jadi, ini sedang memasuki masa transisi sambil mengistirahatkan si naskah yang itu. Aktivitas menulis bisa membuat kita lupa dengan naskah itu, juga bisa memancing untuk siap mengedit jika masa istirahatnya telah selesai. Selain itu, menulis (asal yang ditulis mempunyai manfaat dan kebaikan) juga akan membawa kebaikan pada diri sendiri kelak. Saya percaya dengan mantra tersebut.

Satu lagi yang tak kalah penting sebagai pengisi waktu istirahat adalah: belajar. Barangkali ilmu kita tentang menulis masih kurang, inilah saat yang tepat untuk belajar. Karena, setelah masa istirahat selesai, pekerjaan kita masih banyak. Self-editing adalah fase yang sama pentingnya dengan fase menulis. Memang, saat naskah kita suatu saat nanti diterima oleh penerbit, akan ada editor yang mengedit dan memperbaiki naskah kita. Namun, alangkah jauh lebih baiknya, sebelum draf pertama kita dibaca editor, kita sudah memberikan naskah terbaik, yang rapi, dan kalau bisa tidak ada kesalahan di sana (baik yang berhubungan dengan kelogisan isi cerita, teknik menulis yang baik dan benar, hingga kesalahan pengetikan). Ingat, tugas editor adalah menyempurnakan, bukan memperbaiki. Segala macam proses perbaikan seharusnya sudah selesai saat kita menyerahkan naskah ke penerbit. Sehingga, proses selanjutnya akan lebih mudah.

Apa saja yang perlu kita pelajari di sini? Sebenarnya banyak. Saya bisa memberikan beberapa contohnya, dan teman-teman bisa mencari contoh lainnya sendiri. Misalnya, kita perlu mempelajari apa itu teknik "show not tell". Kita juga perlu belajar lagi kaidah penulisan yang baik dan benar. Mempelajari kata majemuk mana yang dipisah atau disambung, jenis-jenis imbuhan, majas, dan lain sebagainya. Proses belajar ini juga akan bermanfaat tidak hanya saat proses self-editing saja, tapi juga akan memperbaiki tulisan kita pada naskah-naskah selanjutnya. 

Terakhir, tidur. Nah, bagi kalian yang suka begadang untuk menyelesaikan naskah, apalagi jika mengerjakan naskahnya mencuri-curi waktu di sela kesibukan lainnya, momen istirahat bisa diisi dengan melakukan istirahat yang sesungguhnya. Lepaskan sejenak dari pemikiran tentang plot, jalan cerita, eksekusi ide, dan lain sebagainya. Lupakan pula sejenak bagaimana nasib si naskah selanjutnya. Pemikiran tentang apakah naskah ini layak terbit, mau diterbitkan di mana, bakal diterima dengan baik atau tidak, disimpan dahulu. Istirahatkan diri sebentar, saja. Ketika sudah cukup masa istirahatnya, semoga kita bisa hadir dengan semangat dan optimisme yang baru.

Jadi, sudah kepikiran mau mengisi waktu istirahat kalian dengan melakukan kegiatan apa?


____
Source pict, edited by me



0 komentar: